Rabu, 27 April 2011

SETIAP MEMBERI MINUM PADA HEWAN ADALAH PAHALA

terdapat riwayatkan Al Bukhari dari hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ

"Ketika seseorang berjalan, lalu merasa sangat dahaga. Kemudian ia turun ke satu sumur dan minum darinya, kemudian keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing menjulurkan lidahnya makan tanah karena kehausan. Lalu ia berkata: “Sungguh anjing ini telah tertimpa seperti yang menimpaku,” maka ia memenuhi khuf (kaus kaki kulitnya), kemudian ia gigit dengan mulutnya, kemudian naik dan memberi minum anjing tersebut. Kemudian Allah menerima amalannya sehingga mengampuninya. Maka para sahabat bertanya: “Wahai, Rasulullah! Apakah kami akan mendapat pahala dari binatang?” Beliau menjawab,”Setiap (memberi minum) makhluk hidup, ada pahalanya."  ( Diriwayatkan Al Bukhari, 2.363 dan Muslim, 2.244.) 

JANGAN MENELANTARKAN HEWAN PIARAAN

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ حَبَسَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ قِيْلَ لهَا لَا أَنْتِ أَطْعَمْتِهَا وَلَا سَقَيْتِهَا حِينَ حَبَسْتِيهَا وَلَا أَنْتِ أَرْسَلْتِهَا فَأَكَلَتْ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ

"Seorang wanita diadzab karena kucing yang ia kurung sampai mati, lalu ia masuk neraka karena itu. Dikatakan kepadanya: Tidak kamu beri makan dan minum ketika kamu mengurungnya, dan tidak pula kamu lepas sehingga makan dari serangga tanah".( Diriwayatkan oleh Al Bukhari, 3.486 dan Muslim, 2.242 dari hadits Abdullah bin Umar.)

Perbuatan wanita ini menunjukkan kekerasan hati dan hilangnya rahmat darinya. Sedangkan rahmat tidak hilang, kecuali dari hati orang yang celaka. Perbuatan mereka, tidak lebih baik dari perbuatan wanita tersebut.

ADAB MENYEMBELIH HEWAN

Kategori Makanan, Sembelihan

Adab-Adab Menyembelih Hewan

Senin, 9 Januari 2006 09:39:08 WIB

ADAB-ADAB MENYEMBELIH HEWAN


Oleh
Syaikh Salim bin Ali bin Rasyid Asy-Syubli
Syaikh Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Ar-Rabah



[1]. HARAM MENYEMBELIH UNTUK SELAIN ALLAH
Abu Thufail Amir bin Watsilah berkata : Aku berada di sisi Ali bin Abi Thalib, lalu datanglah seseorang menemuinya, orang itu bertanya : 'Apakah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ada merahasiakan sesuatu kepadamu?

Abu Thufail berkata : Mendengar ucapan tersebut, Ali marah dan berkata : Tidaklah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam merahasiakan sesuatu kepadaku yang beliau sembunyikan dari manusia kecuali beliau telah menceritakan padaku empat perkara : Orang itu berkata : Apa itu yang Amirul Mukminin ?' Ali berkata : Beliau bersabda :

Artinya : Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah dan Allah melaknat orang yang memberi tempat bagi orang yang membuat bid'ah dan Allah melaknat orang yang merubah tanda-tanda di bumi. [1]

Maka tidak boleh menyembelih untuk selain Allah berdasarkan hadits ini dan hadits-hadits lainnya yang melarang dari semisal perbuatan tersebut. Adapun yang diperbuat oleh orang awam pada hari ini dengan menyembelih untuk para wali maka masuk dalam laknat yang disebutkan dalam hadits ini, karena sembelihan untuk wali adalah sembelihan untuk selain Allah.

[2]. BERBUAT KASIH SAYANG KEPADA HEWAN (KAMBING)
Dari Qurrah bin Iyyas Al-Muzani : Bahwa ada seorang lelaki berkata : Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mengasihi kambing jika aku menyembelihnya. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

Artinya : Jika engkau mengasihinya maka Allah merahmatinya.[2]

[3]. BERBUAT BAIK (IHSAN) KETIKA MENYEMBELIH
Dengan melakukan beberapa perkara :

[a]. Menajamkan Parang
Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu 'anhu ia berkata : Dua hal yang aku hafal dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau berkata.

Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh (dalam qishah,-pent) maka berbuat ihsanlah dalam cara membunuh dan jika kalian menyembelih maka berbuat ihsanlah dalam cara menyembelih, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan parangnya dan menyenangkan sembelihannya.[3]

[b]. Menjauh Dari Penglihatan Kambing Ketika Menajamkan Parang
Dalam hal ini ada beberapa hadits di antaranya.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengamati seorang lelaki yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah perangnya sedangkan kambing tersebut memandang kepadanya, maka beliau mengatakan:

"Tidaklah diterima hal ini. Apakah engkau ingin benar-benar mematikannya. (dalam riwayat lain : Apakah engkau ingin mematikannya dengan beberapa kematian)." [4]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata.

"Jika salah seorang dari kalian menajamkan parangnya maka janganlah ia menajamkannya dalam keadaan kambing yang akan disembelih melihatnya". [5]

[c]. Menggiring Kambing Ke Tempat Penyembelihan Dengan Baik
Ibnu Sirin mengatakan bahwa Umar Radhiyallahu anhu melihat seseorang menyeret kambing untuk disembelih lalu ia memukulnya dengan pecut, maka Umar berkata dengan mencelanya : Giring hewan ini kepada kematian dengan baik. [5]

[d]. Membaringkan Hewan Yang Akan Disembelih
Aisyah Radhiyallahu 'anha menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk dibawakan kibas, lalu beliau mengambil kibas itu dan membaringkannya kemudian beliau Shallallahu alaihi wa sallam menyembelihnya. [6]

Berkata Imam Nawawi dalam Syarhus Shahih Muslim (13/130) : Hadits ini menunjukkan sunnahnya membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh disembelih dalam keadaan kambing itu berdiri atau berlutut tetapi dalam keadaan berbaring karena lebih mudah bagi kambing tersebut dan hadits-hadits yang ada menuntunkan demikian juga kesepakatan kaum muslimin. Ulama sepakat dan juga amalan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih dibaringkan pada sisi kirinya karena cara ini lebih mudah bagi orang yang menyembelih dalam mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri.

[e]. Tempat (Bagian Tubuh) Yang Disembelih
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata : Penyembelihan dilakukan di sekitar kerongkongan dan labah. [7]

Labah adalah lekuk yang ada di atas dada dan unta juga disembelih di daerah ini. [8]

[4]. MENGHADAPKAN HEWAN SEMBELIHAN KE ARAH KIBLAT
Nafi' menyatakan bahwa Ibnu Umar tidak suka memakan sembelihan yang ketika disembelih tidak diarahkan kearah kiblat. [8]

[5]. MELETAKKAN TELAPAK KAKI DI ATAS SISI HEWAN SEMBELIHAN
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata.

"Rasulullah menyembelih hewan kurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau meletakkan satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut" [9]

[6]. TASMIYAH (MENGUCAPKAN BISMILLAH)
Berdasarkan firman Allah Ta'ala :

"Dan janganlah kalian memakan hewan-hewan yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaithan itu mewahyukan kepada wali-walinya (kawan-kawannya) untuk membantah kalian". [Al-An'am : 121]

Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata :

"Rasulullah menyembelih hewan kurban dengan dua domba jantan. Beliau mengucap bismillah dan bertakbir.

Dan dalam riwayat Muslim : Beliau mengatakan Bismillah wallahu Akbar.

Siapa yang lupa untuk mengucap basmalah maka tidak apa-apa. Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma pernah ditanya tentang orang yang lupa bertasmiyah (membaca basmalah) maka beliau menjawab : Tidak apa-apa" [10]

[7]. TIDAK BOLEH MENGGUNAKAN TARING/GADING DAN KUKU KETIKA MENYEMBELIH KAMBING
Dari Ubadah bin Rafi' dari kakeknya ia berkata : Ya Rasulullah, kami tidak memiliki pisau besar (untuk menyembelih). Maka beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

"Hewan yang telah dialirkan darhanya dengan menggunakan alat selain dzufur (kuku) dan sinn (taring/gading) maka makanlah. Adapun dzufur merupakan pisaunya bangsa Habasyah sedangkan sinn adalah idzam".[11]

[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud Fi Sunnatil Muthahharah, Edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak Dalam Sunnah Yang Suci, Penulis Salim bin Ali bin rasyid Asy-Syubli Abu Zur'ah dan Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Ar-Rabah Abu Abdirrahman, Penerbit Pustaka Al-Haura]
_________
Foote Note
[1]. Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (13/1978-Nawawi), An-Nasai (7/232) Ahmad (1/108-118) dari hadits Ibnu Abbas yang juga dikeluarkan oleh Ahmad (1/217-39-317) dan Abu Ya'la (4/2539)
[2]. Shahih. Dikeluarkan oleh Al-Hakim (3/586), Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (373), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (19/44-45-46), dalam Al-Ausathh (161) dan Ash-Shaghir (1/109) dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (2/302-6/343)
[3]. Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (13/1955-Nawawi), Ibnu Majah (3670), Abdurrazzaq (8603-8604) dan Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa (899)
[4]. Shahih, Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi (9/280), Al-Hakim (3/233), Abdurrazzaq (8609) dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan hadits ini memang shahih sebagaimana dikatakan keduanya.
Isnad Al-Baihaqi rijalnya tsiqat dan rawi yang bernama Abdullah bin Ja'far Al-Farisi kata Adz-Dzahabi dalam As-Siyar : Imam Al-Alamah ilmu Nahwu ia menulis beberapa karya tulis dan ia diberi rezki dengan isnad yang ali, beliau tsiqah dan ditsiqahkan oleh Ibnu Mandah
[5]. Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq 98606-8608) dengan sanad yang ada didalamnya ada kelemahan karena bercampurnya hafalan Shalih Maula At-Tauamah.
[6]. Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi (9/281), Abdurrazzaq (8605) dan isnadnya munqathi (terputus), karena Ibnu Sirin tidak bertemu dengan Umar, maka isnadnya dlaif. Namun keumuman hadits dan hadits yang mengharuskan bersikap rahmah pada kambing menjadi syahid baginya hingga hadits ini maknanya shahih.
[7]. Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (13/1967-Nawawi), Abu Daud (2792) dan Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/276-280-286)
[8]. Shahih diriwayatkan Abdurrazzaq (8615)
[9]. An-Nihayah Fi Gharibil Hadits oleh Ibnul Atsir (4/223)
[10]. Shahih. Diriwayatkan Abdurrazzaq (8605), dan di sisi Al-Baihaqi (9/280) dan jalan Ibnu Juraij dan Nafi bahwasanya : Ibnu Umar menganggap sunnah untuk menghadapkan sembelihan ke arah kiblat jika disembelih. Ibnu Juraij ini mudallis dan ia meriwayatkan dengan an-anah.
[11]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (10/18-Fathul Bari), Muslim (13/1966-Nawawi), Abu Daud (2794), Al-Baihaqi (9/258-259) dan Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa (909)
[11]. Shahih. Diriwayatkan Malik (2141-riwayat Abi Mush'ab Az-Zuhri) dan dishahihkan sanadnya oleh Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/624)
[12]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (9/630-31-633-638-Fathul Bari), Muslim (13/1966-Nawawi), Abu Daud (2821), Al-Baihaqi (9/281) dan Abudrrazzaq (8618), Ath-Thahawi dalam Maanil Atsar (4/183)

JANGAN MEMBAKAR HEWAN HIDUP

Teks Hadis

Dalam Sahih Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Seorang nabi singgah di bawah pohon, dia digigit oleh seekor semut. Dia memerintahkan agar barang bawaannya dijauhkan dari bawah pohon itu. Lalu dia memerintahkan agar sarang semut itu dibakar. Maka Allah mewahyukan kepadanya, 'Mengapa tidak hanya satu ekor semut saja?'"

Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, "Bahwasanya seekor semut menggigit salah seorang Nabi, maka dia memerintahkan agar sarang semut dibakar. Allah pun mewahyukan kepadanya, 'Hanya karena kamu digigit oleh seekor semut lalu kamu membinasakan sebuah umat yang ber-tasbih.'"


Takhrij Hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya dalam Kitab Bad'il Khalqi, bab jika lalat jatuh di bejana, 6/356, no. 3219.

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabus Salam, bab larangan membunuh semut, 4/1759, no. 2241.


Penjelasan Hadis

Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam menyampaikan kepada kita bahwa salah seorang nabi Allah singgah di bawah pohon. Sepertinya dia berteduh dari panas matahari untuk beristirahat dari lelahnya perjalanan. Di dekat dia berteduh terdapat sebuah sarang semut. Mungkin singgahnya nabi ini bersama teman-temannya di bumi semut mengganggu mereka. Biasanya semut melawan orang yang mengganggunya dan merosak ketenangannya. Seekor semut datang dan menggigit nabi itu.

Seorang nabi adalah manusia. Dia pun marah seperti mereka. Kadang-kadang dia melakukan tindakan spontan yang membuatnya menyesal setelah itu dan dia disalahkan karenanya. Di antaranya adalah tindakan Nabi ini. Dia marah kepada seekor semut beserta teman-temannya. Dia bertekad menghukum seluruh sarang semut. Dia memerintahkan pengikutnya agar menjauhkan barangnya dari bawah pohon itu, kemudian dia menyalakan api di sarang semut. Maka semut-semut yang sedang berjalan-jalan di sarang dan di sekelilingnya terbakar dan panas api itu sampai kepada semut-semut yang berada di lubangnya di dalam tanah.

Keadilan menuntut orang yang tidak bersalah, tidak boleh dihukum karena kesalahan orang lain. Yang menggigit nabi ini hanyalah seekor semut. Jika memang mesti dihukum, maka semestinya yang dihukum hanyalah semut tersebut bukan yang lain. Nabi kita mengajarkan kepada kita bahwa kita berhak melawan orang atau haiwan yang menyerang kita, walaupun haiwan itu adalah haiwan jinak. Semut ini menyerang dan menggigit. Jika orang yang digigitnya menghukumnya, maka dia tidak disalahkan. Adapun menghukum semua semut yang ada di sarang itu dan membakar mereka dengan api, ini bukanlah suatu keadilan.

Semut adalah makhluk ciptaan Allah. Mereka bertasbih dan mensucikan Allah seperti haiwan-haiwan yang lain. Manusia tidak boleh menyerangnya, kecuali jika mereka menyakitinya. Oleh karena itu, Allah menyalahkan nabi itu dan mencelanya karena dia menghukum melampaui batas. Dia menghukum semut yang tidak bersalah karena kesalahan seekor semut. Dia membunuh umat yang bertasbih kepada Allah. Dan Allah telah berfirman kepadanya untuk menegurnya, "Mengapa tidak hanya satu semut saja? Hanya karena kamu digigit oleh seekor semut, kamu membinasakan umat yang bertasbih kepada Allah."

Orang yang terdidik untuk merasa bersalah jika membunuh seekor semut, dia tidak mungkin setelah itu membunuh manusia tanpa salah dan tanpa alasan yang benar. Dia akan menjadi contoh mulia yang menjaga nyawa hamba-hamba Allah sebagaimana dia menjaga tanaman dan haiwan.

Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis

1. Tidak boleh membunuh semut, sebagaimana tidak boleh membunuh binatang lain, kecuali binatang yang menyerang dan mengganggu. Dalam sebuah hadis terdapat larangan membunuh semut, tawon, hud-hud, dan shurad. (Shurad adalah burung berkepala besar dan berparuh besar, perutnya putih, punggungnya hijau, memangsa serangga dan burung kecil, pent.). Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad shahih di atas syarat Bukhari Muslim (Syarah Shahih Muslim An-Nawawi, 14/399).


Dikecualikan dari larangan membunuh binatang adalah binatang fawasiq yang berjumlah lima, baik dibunuh di daerah halal maupun di daerah haram. Fawasiq yang berjumlah lima ini sebagaimana dalam hadis riwayat Bukhari dalam Shahih-nya adalah tikus, kalajengking, burung gagak, rajawali, dan anjing penggigit. (Shahih Bukhari, 6/355, no. 3314.


Selain kelima haiwan fawasiq ini Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam juga memerintahkan membunuh cicak. Beliau menyatakan bahwa membunuhnya adalah berpahala. (lihat hadis-hadis yang memerintahkan membunuhnya dalam Shahih Muslim, 4/1757, no. 2237-2240).


Begitu juga beliau memerintahkan membunuh ular, kecuali ular rumah yang tidak dibunuh hingga diperingatkan tiga kali; jika setelah itu masih terlihat di rumah, maka bunuhlah. Dan dikecualikan dari ini adalah dua macam ular, yaitu ular berekor pendek dan ular dengan dua garis putih di punggungnya. Keduanya dibunuh secara mutlak walaupun tinggal di rumah, karena keduanya bisa menyebabkan keguguran dan kebuataan. (lihat hadis-hadis tentang ular dalama Shahih Muslim).


2. Membakar makhluk hidup tidak dibolehkan dalam syariat kita. Nabi menjelaskan alasan larangan ini, yaitu bahawa yang berhak mengadzab dengan api hanyalah pemilik api. Dan ini mungkin dibolehkan di dalam syariat sebelum kita, karenanya Nabi ini membakar sarang semut.


3. Semut bertasbih kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam hadis. Allah telah memberitakan bahwa segala sesuatu bertasbih dengan memuji Allah, "Dan tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka." (Al-Isra: 44).


4. Hadis ini menyampaikan bahawa semut adalah sebuah umat. Allah telah memberitakakan bahawa makhluk-makhluk, burung-burung dan haiwan-haiwan, semuanya adalah umat seperti kita. "Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat juga seperti kamu." (Al-An'am 38)

Kajian-kajian modern telah sampai pada hakikat ini melalui pengamatan, penelitian, dan pemikiran.

Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 200-204.

Minggu, 13 Februari 2011

KENAPA KITA HARUS PATUH SAMA RASUL SAW

1. Karena perintah Alloh
2. Karena padanya ada contoh yang baik dan lengkap
3. Karena prasyarat amal yg diterima
4. Karena Alloh kasi kewenangan syafaat kepadanya

http://mimbarjumat.com/al-quran-online

Sabtu, 12 Februari 2011

Nabi Muhammad SAW Pembawa Rahmatan Lil ‘Aalamiin

Dari sekian jumlah nabi dan rasul Allah yang telah dinobatkan oleh-Nya sebagai pembawa Rahmatan Lil ‘aalamiin untuk menjadi rahmat seluruh alam semesta adalah Nabi Muhammad saw. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Anbiya’ ayat 107 yang artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.
Sebelum kita membahas tentang sasaran rahmat apa saja yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad tersebut, terlebih dahulu manilah kita mengetahui apa makna dan rahmat itu sendiri.
Menurut arti bahasa, bahwa rahmat itu berasal dan kata rahima yang berarti kasih sayang. Adapun yang dimaksud dengan istilah syar’iyyah ialah: kasih sayang (karunia) Allah yang dilimpahkan-Nya kepada semua makhluk-Nya.
Muhammad Syaltut (Prof) seorang mantan Rektor Universitas Al Azhar, memberikan rumusan pengertian tentang rahmatan ini sebagai berikut: “Tiap sesuatu nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah swt. kepada hamba-Nya, baik yang bersifat umum ataupun yang bersifat khusus, semua itu adalah buah dari rahmat Allah swt. Apakah itu berupa kesehatan, harta benda, istri yang cantik, anak-anak yang sholeh/sholihah, ilmu yang bermanfaat dan sebagainya”.
Nabi Muhammad saw. pembawa rahmat untuk semesta alam, bukan untuk orang Arab saja dan tidak pula untuk kaum muslimin saja, akan tetapi untuk segenap makhluk di persada bumi ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah Muhammad SAW telah mencerminkan sikap kasih sayang (rahmat)nya terhadap anak-anak, rakyat bawahan; terhadap orang-orang tua, dengan mencintai dan menyantuni mereka. Terhadap orang-orang yang lemah ekonominya atau lemah keadaan sosialnya, beliau menunjukkan kasih sayangnya dengan membela nasib mereka dari tindakan kesewenang-wenangan serta penghisapan dengan memberikan hak-hak mereka, menegakkan dasar-dasar keadilan dan lain sebagainya.
Dalam sebuah haditsnya Rasulullah telah menyatakan sendiri: “Tidaklah termasuk golongan umat kamu orang-orang yang tidak menghormati orang-orang tua dan orang-orang yang tidak kasih sayang kepada anak-anak”. (HR. Abu Dawud dan Bukhari)
Dalam hadits lain, beliau telah menyatakan bahwa seseorang yang senantiasa menunjukkan kasih sayang terhadap sesama makhluk, niscayalah sang Pencipta langit dan bumi akan menaruh kasih sayang-Nya terhadap orang tersebut. Sabda beliau: “Orang-orang yang pengasih pasti dikasihi oleh Pengasth (Allah). Kasihilah orang-orang yang ada di atas bumi ini, niscaya kamu akan dikasihi oleh orang-orang yang ada di langit”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim).
Sikap kasih sayang ini tidak hanya beliau terapkan kepada kawan-kawan (kaum muslimin saja), akan tetapi terhadap lawanpun beliau senantiasa menunjukkan sikap kasih sayangnya, tentu saja dalam bätas-batas tertentu, yang tidak membahayakan bagi umat Islam itu sendiri. Ketika kaum muslimin pada suatu saat telah mendapat rintangan dahsyat yang didalangi oleh kaum musyrikin, maka pada saat yang genting itu para sahabat memohon kepada Rasulullah agar beliau memohonkan doa kehadirat Allah agar orang-orang yang maksiat dan membangkang itu dihancurkan/dibinasakan dari persada bumi ini. Namun beliau memberikan suatu jawaban: “Sesunggulmya aku (Muhammad) di utus bukanlah untuk mengutuk. Tapi tugas saya adalah untuk menjadi rahmat”. (HR. Muslim)
Dan sabdanya lagi, dengan tegas beliau menyatakan: “Sesungguhnya Allah telah mengutus saya ini untuk menjadi rahmat bagi semesta alam dan menjadi hidayah untuk orang-orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan Thabrani).
Rasulullah Muhammad dalam menata dan membina masyarakat (umatnya) beliau selalu menomer satukan sikap kasih sayang ini. Dapat diumpamakan bahwa sifat kasih sayang (rahmat) itu laksana semen yang merekat, menyatu dengan pasir sehingga terciptalah suatu bangunan yang kokoh. Dengan kasih sayang itulah dapatlah dibangun satu masyarakat marhamah, yaitu kehidupan masyarakat yang diwarai dengan semangat kasih mengasihi, cinta mencintai, tolong menolong dan lain sebagainya; jauh lebih harmonis dari masyarakat yang sosialistis.
Gambaran masyarakat (umat) yang marhamah itu telah dilukiskan oleh Prof. Mahmud Syaltut ialah sebagai berikut:
“Orang-orang yang besar menyayangi orang-orang yang kecil; orang-orang yang kecil menghormati (menghargai) orang-orang yang besar; orang-orang yang kaya melapangkan (membantu) kepada orang-orang yang miskin; orang-orang yang pintar memberikan petunjuk kepada orang-orang yang bodoh. Orang-orang yang sedang diadili memandang si Hakim sebagai rahmat, laksana pandangan seorang yang sedang sakit terhadap dokter dan lain-lain sebagainya. Semua itu hidup dalam suasana kasih mengasihi dan saling memberikan bahagia dan kebaikan dalam kehidupan”.
Allah telah menyatakan bahwa tugas kerasulan Muhammad itu adalah seluruh umat manusia, bersifat universal, yang mencakup dan merambah ke seluruh alam jagat, seluruh dunia dalam firman-Nya: “Dan Kami tidak mengutus kamu (hai Muhammad) melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Saba’: 28)
Para Rasul sebelum Nabi Muhammad hanyalah diutus oleh Allah untuk satu kaum atau daerah (negeri) yang tertentu saja lagi pula khusus untuk memenuhi kepentingan kaum dan penduduk yang bersangkutan saja. Akan tetapi tugas dan misi yang dibawa oleh Rasulullah saw. sebagai nabi akhir zaman yang tidak ada nabi sesudah beliau, ialah menciptakan suatu kesatuan umat/bangsa-bangsa dengan tujuan menggalang persatuan umat sejagat, yang sekaligus merupakan Rahmatan Lil ‘Aalamiin (rahmat bagi semesta alam).
Selanjutnya bentu/sasaran rahmat Rasulullah untuk alam semesta, yang sekaligus menggambarkan fungsi/amanat yang beliau emban adalah sebagai berikut:
(1) Rasulullah Muhammad saw. adalah sebagai seorang guru dan pelindung
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 164: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dan golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah”.
(2) Rasulullah Muhammad saw. adalah sebagai komentator isi kandungan Al Qur’an
Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nahl ayat 44: “Dan Kami turunkan kepadamu (Al Quran) agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka dapat berfikir”.
(3) Rasulullah Muhammad saw. adalah sebagai pemimpin
Sebagaimana yang ditegaskan sendiri oleh Allah swt. dalam Al Qur’an surat Al Anfaal ayat 20: “Hai orang-orang yang beniman taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya (yakni kepada Nabi Muhammad) dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)“.
(4) Rasulullah Muhammad saw. adalah sebagai pemegang undang-undang
Sebagaimana yang ditegaskan sendiri oleh Allah swt. dalam Al Qur’an surat Al Hadid ayat 7: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dan hartamu yang telah dikaruniakan Allah kepadamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman yang menafkahkan sebagian hartanya itu akan memperoleh pahala yang besar”.
(5) Rasulullah Muhammad saw. sebagai penegak keadilan
Dalam hal ini Allah telah menegaskan dalam Al Qur’an surat An Nisa’ ayat 105: ”Sesungguhnya Kami ielah menurunkan kitab (Al Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, supaya kamu (dapat) mengadili antara manusia dengan apa yang diwahyukan Alla kepadamu dan janganlah kamu menjadi penantang karena (membela) orang-orang yang khianat “.
(6) Rasulullah Muhammad saw. adalah sebagai penguasa, kepemimpinan dalam suatu pemerintahan
Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa’ ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri (pejabat pemerintahan) di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah persoalan itu kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnah-nya), kalau kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”.
(7) Rasulullah Muhammad saw. sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ahzaab ayat 45 – 47: “Hai Nabi! Sesungguhnya Kami utus engkau (Muhammad) untuk menjadi saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi”.
(8) Rasulullah Muhammad saw. adalah sebagai pelaksana/penegak amar ma’ruf dan nahi munkar.
Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah dalam Al Qur’an surat Al A’raaf ayat 157: “(Rasul) memerintahkan mereka mengerjakan yang ma ‘ruf dan melarang mengerjakan yang munkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”.
Begitu risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad saw. yang meliputi segala bidang, bahan ajarannya itu berlaku untuk seluruh bangsa-bangsa di dunia ini dan fungsinya yang menjangkau segala sektor masyarakat. Dengan demikian jelaslah bahwa tugas (mission) Muhammad saw. itu menjadi Rahmatan Lil ’Aalamiin (pembawa rahmat untuk semesta alam).
Ada seorang komentator Islam yang menyimpulkan secara menyeluruh mengenai risalah Nabi Muhammad saw. sebagai berikut:
“Rasulullah (Muhammad saw.) adalah satu-satunya tokoh yang mempengaruhi kehidupan manusia secara menyeluruh, totalitas. Dia membawa kebajikan dan kebaikan serta memberantas kejahatan dan penderitaan. Dia membersihkan ekses-ekses dan akibat-akibat buruk dan sistem kehidupan sehari-hari dalam bidang ekonomi, sosial dan politik dan menegakkan keadilan dan niat baik dalam tiap-tiap jalan kehidupan. Dilakukannya perubahan-perubahan besar memperbaiki masyarakat melialui ajaran-ajaran Ilahi dan contoh-contoh kepribadian yang ditunjukkannya, tidak dengan jalan kekerasan. Dia menguasai hati nurani umat, bukan menguasai tanah dan negeri, karena dia merasa harus berbuat baik terhadap orang banyak dan bekerja siang dan malam untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat, tanpa mengharapkan sesuatu imbalan (pembalasan). Rasul-rasul Allah yang lain seperti Nabi Ibrahim, Musa dan Isa yang telah merubah perjalanan sejarah dan mempengaruhi kehidupan bermilyun-milyun manusia dengan ajaran Ilahi dan contoh-contoh kepribadian mereka, tidak begitu banyak (seperti Muhammad) meninggalkan pegangan dan inspirasi yang dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang”. (Dikutip dari buku Keagungan Sinar-Sinar (Nur) Muhammad SAW~Rahmatan Lil ’Alaamiin, oleh Ustadz M.A. Asyharie, diterbitkan oleh Terbit Terang, Surabaya).